Senin, 28 September 2009

LUKISAN MANTRA

CATATAN KECIL PUTU SUGIH ARTA MENGENAI LUKISAN MANTRA

Meminjam gagasan besar penyair legendaris Indonesia, Chairil Anwar yang menggores sepatah kalimat tentang kehidupan : "Sekali berarti, setelah itu mati." Bagi seorang seniman secara berkesinambungan dituntut untuk terus berkreasi, sampai berakhir pada puncak karya sebelum ajal menjemput.

Perjalanan karir, dalam dunia lukis. Sosok Mantra yang bernama lengkap I Nyoman Putra Ardhana kelahiran 22 Agustus 1971 cukup panjang sehingga tema yang diusung "FROM BEGINING UNTIL NOW" sangat tepat rasanya tatkala ia kini berada pada fase pertengahan wilayah kontemporer yang dialaminya.

Bagaimana sebenarnya perhelatan pada fase tersebut ? Menurut saya, perhelatan itu berada pada ruang batin. Sesuatu yang dipuja pada hakekatnya merupakan perjalanan akhir kebencian itu sendiri. Revolusi copernikan pernah dan selalu berulang pada setiap kehidupan, sesuatu yang dihujat, dibenci, dicaci-maki akhirnya dipuja, diagungkan dan dibesar-besarkan.




Konsep konflik yang disuguhkan Mantra pada audiencenya merupakan karya bumi yang meradang akibat tiga sebab pendekatan insting manusia yakni WILL TO PLEASURE, WILL TO POWER dan WILL TO MEANING.

WILL TO PLEASURE ?

Manusia, pada prinsipnya akan mencari titik kepuasan. Maka mereka berusaha sekuat tenaga mencapainya, jika berhasil mereka akan mengalami orgasme, kesenangan yang tak bisa dibahasakan. Konsep ini, sangat dekat sekali dengan model yang diungkapkan oleh SIGMUND FREUD pakar psikoanalitis ortodox. Kesenangan akibat dari pertautan komplex, dan peran total dari unsur sex yang dominan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar